Sejarah Makam Selawe di Indramayu bukan pangeran guru.


Makam Selawe dapat diartikan juga 25 Makam, yang mana makam selawe ini dalam sejarahnya berkaitan dengan berdirinya Kesultanan Dermayu atau Kasulthonul Nagarigung Darmayu tahun 1478. 

Berawal dari Raden Aria Damar yang menjabat sebagai Bhre Pawanukan ke IV tahun 1424 sampai 1447 di Kerajaan Pawanukan (Indramayu) sebagai kerajaan bawahan administratif Kerajaan Majapahit. Kerajaan Pawanukan didirikan pada tahun 1351 oleh Putri Swardhani anak Rajasaduhita Iswari, Swardhani juga cucu dari Tribuana Tungga Dewi. 

Dalam naskah kuno Dermayu, ketika dijabat oleh Raden Aria Damar, bahwa Kerajaan Pawanukan mengalami kegagalan panen padi dan tidak hanya di Pawanukan saja,  melainkan juga terjadi di daerah kekuasaan Majapahit lainnya sebagai awal mula keruntuhan Kerajaan Majapahit di tahun 1433.

Pada tahun 1447, Raden Bondan Kejawan menggabungkan Kerajaan Pawanukan dengan Kerajaan Kembang Jenar dan Raden Aria Damar bersama Xiu Ban Chi di pindah ke Kerajaan Palembang. Disana Raden Aria Damar menjabat sebagai Pangeran Adipati Palembang pada masa kepemerintahan Raja Palembang ke VII.

Dalam naskah lain di Dermayu juga membahas tentang istri Raden Aria Damar, bahwa Xiu Ban Chi adalah putri dari Nyi Mas Ratu Pandan Sari atau Nyi Mas Ratu Junti dari pernikahannya dengan Syeikh Ban Tong atau Tan Go Hwat. Nyi Mas Ratu Junti adalah putri dari Ki Gede Junti (ulama) dan beliau lahir di Juntinyuat Indramayu pada masa Kerajaan Pawanukan (Majapahit). 

Selain itu, penggabungan Kerajaan Pawanukan dengan Kerajaan Kembang Jenar yang dipimpin oleh Dyah Sudharmini atau Rajanandaneswari atas perintah dari Raden Bondan Kejawan untuk meminimalisir dapat keruntuhan Majapahit di beberapa wilayahnya. 

Di satu sisi, putra ke tiga Syeikh Abdul Faqih atau Raden Jaka Samudra yaitu Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra atau Raden Bagus Aria Wiralodra dari Mataram (Magelang) tahun 1468 menemui Dyah Sudharmini, bahwa Raden Wirasamudra meminta izin untuk membangun kembali wilayah Pawanukan (Indramayu) yang sudah tidak terurus beberap puluh tahun.

Dyah Sudharmini mengizinkan Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) untuk kembali mengurus wilayah Pawanukan (Indramayu).
Dari sini awal mula kedatangan Raden Bagus ke Indramayu sekitar tahun 1462. 

Di wilayah Indramayu yang sudah tidak terurus banyak di tumbuhi beberapa hutan dan semak belukar, oleh karena itu Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra ini menebangi hutan, meskipun demikian masih terdapat beberapa penduduk desa suku jawa lama yang masih mempertahankan pertanian padi seperti daerah Junti, Gumi Hwang, Ploso Kerep, Luwung Malang, Kerimun dan Sukra. 


Masjid agung Baiturrahman sebelah barat dekat Keraton Dermayu, mereka mengambil gambar  sebelum melakukan pemugaran pada masjid ini oleh Alm. Tjoe Teng. 


Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) juga sempat berguru pada Syeikh Subakir dan Syeikh Rakinem di desa Gumi Hwang. Raden Bagus Wirasamudra juga mendirikan masjid bernama Baiturrahman, selama di Pawanukan (Indramayu) Raden Bagus Wirasamudra tinggal di desa Bondan dan desa Lemah Abang bekas desa Syeikh Lemah Abang atau Syeikh Husyahini. 

Selama lima tahun atau tahun 1467, bahwa Dyah Sudharmini membayar usaha kerja keras Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra dengan wilayah Pawanukan, namun Raden Bagus Wirasamudra juga meminta izin untuk mendirikan kembali Kerajaan Pawanukan sebagai bawahan Majapahit kepada Prabu Brawijaya ke IV. 

Prabu Brawijaya ke IV mengizinkan Raden Bagus Wirasamudra untuk mendirikan kembali kerajaan lama Pawanukan, dikarenakan Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) sejatinya masih keturunan Raja Majapahit. 

Dalam garis Keturunan disebutkan, bahwa Putra Syeikh Jamaluddin Al-Akhbar bernama Syeikh Maulana Ishaq yang memperistri Dewi Rara Sekar. 
Dewi Rara Sekar adalah putri dari Prabu Menak Sembayu bin Prabu Wirabumi bin Prabu Hayam Wuruk. 

Dari pernikahan Syeikh Maulana Ishaq dengan Dewi Rara Sekar melahirkan putra bernama Raden Jaka Samudra atau Syeikh Abdul Faqih di Kerajaan Blambangan (Banyuwamgi, Jawa Timur), setelahnya Syeikh Maulana Ishaq bersama Dewi Rara Sekar dan Syeikh Abdul Faqih dari Kerajaan Blambangan pindah ke Kerajaan Mataram pada masa kepemerintahan Majapahit tahun 1411.

Syeikh Maulana Ishaq bersama Dewi Rara Sekar mendirikan tempat kegiatan agama Islam di Tidar Magelang dan Syeikh Maulana Ishaq juga dikenal dengan nama Kiyai Ageng Bagelen. Raden Jaka Samudra menikahi Dewi Wardha asal Gresik, Jawa Timur, namun masih tinggal di Mataram (Magelang).

Di Tidar Mataram, dari pernikahannya Raden Jaka Samudra dengan Dewi Wardha melahirkan tiga anak yakni : 

  1. Raden Mas Abdul Supeno. 
  2. Raden Ayu Pakutesan.
  3. Raden Maulana Ali Wirasamudra.
Ketiga anaknya itu lahir di Mataram pada masa kepemerintahan Kerajaan Majapahit tahun antara 1447-1450. Pada saat dewasa, Raden Abdul Supeno mendirikan Kasuhunan Giri di daerah Gresik atau daerah ibunya, sedangkan Nyi Mas Ayu Pakutesan diperistri dari Raden Darma Kusuma asal Bagelen yang dahulu menjabat sebagai Bhre Pawanukan ke III di Kerajaan Pawanukan (Indramayu). 

Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) sendiri pengganti Raden Aria Damar di Pawanukan, yang mana tahun 1470, Kerajaan Pawanukan kembali didirikan oleh Raden Wirasamudra dan istri Raden Aria Damar Xiu Ban Chi di Palembang melahirkan dua putra bernama Raden Fatah dan Raden Husyahin tahun 1450-an. 

Di tahun 1467 dari kedekatan Raden Aria Damar dengan Raja Palembang ke VII, Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra di undang untuk menimbah ilmu kepemerintahan di Palembang oleh Raden Aria Damar. Dari sini awal mula hubungan Palembang dengan Indramayu. 

Selain itu Putri Raja Palembang ke VII Lebar Daun yaitu Putri San Xian atau San Dang telah menjalin tali asmara dengan Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) di Palembang. 
Putri San Xian adalah keturunan Tionghoa Palembang dan terkenal kecantikannya yang melegenda di Indramayu. 

Raden Wirasamudra yang sedang belajar tentang kepemerintahan di Palembang akhirnya ketahuan telah menjalin tali asmara dengan putri San Xian oleh Raja Palembang ke VII Lebar Daun, namun tali asmara tersebut telah direstui oleh Raja Palembang, bahwa sejak awal Raden Aria Damar sudah memberitahunya, bahwa Raden Maulana Ali Wirasamudra atau Raden Bagus Aria Wiralodra adalah putra Syekh Abdul Faqih dan masih keturunan Raja Majapahit. 

Pada tahun 1467, Raden Aria Damar bersama keluarganya pulang ke Pawanukan (Indramayu) untuk mengunjungi Nyi Mas Ratu Junti di Juntinyuat, Raden Fatah juga sempat berguru pada neneknya. Selain itu, Raden Bondan Kejawan melihat perkembangan pesat daerah Indramayu yang ramai dikunjungi oleh beberapa maskapai Dinasti Ming pasca dipimpin oleh Raden Bagus Wirasamudra. 

Secara langsung Raden Bondan Kejawan mengutus Ki Jebug Angrum untuk menjadi Syah Bandar Pelabuhan di Eretan Indramayu tahun 1470.
Di tahun yang sama juga, Kerajaan Pawanukan di ganti dengan nama Kerajaan Dermayu, yang mana arti Dermayu berasal dari kata "Darma" artinya adalah "Darmaga" atau "Pelabuhan" sedangkan kata "Ayu" artinya "Melayu" yang menunjuk ke Melayu Palembang. Dalam arti lain dari Dermayu juga menunjuk kepada "Dermaga Rahayu" atau "Pelabuhan yang Tentram".

Pada tahun 1471, Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) menikahi putri San Xian atau putri Raja Palembang ke VII Lebar Daun dan secara syah mereka menikah di Palembang yang dihadiri oleh Syeikh Abdul Faqih, Syeikh Syahid (Sunan Kali Jaga) dan keluaraga Raden Aria Damar.

Dari pernikahan Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) dengan Putri San Xian, bahwa mereka dikaruniai dua putra yakni :

  1.  Raden Zainal Maulana Ali Wirakusuma.
  2.  Raden Maulana Hadikusuma. 
Raja Palembang Lebar Daun mengutus ke 25 Pangeran Senopati Palembang untuk sabda guru kepada Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra di Dermayu, mereka dinobatkan sebagai punggawa dalem Keraton Dermayu di tahun 1471 dan pada tahun 1472, Raden Bagus Maulana Ali Wirakusuma pergi berlayar dengan Syeikh Abdul Faqih ayahnya ke Kesultanan Samudra Pasai untuk mendapatkan penobatan Raden Wirasamudra sebagai Sulthonul oleh Ulama Arab dan Turki di Pasai. 

Pedang pemberian Ulama Turki di Pasai kepada Raden Bagus Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra)


Secara Syah, Raden Bagus Aria Wirasamudra (wiralodra) dinobatkan sebagai Sulthonul Maulana Ali Wirasamudra dengan diberi tanda tangan berupa Khaligrafi Arab dan pedang Kesultanan Turki, meskipun telah menjadi Sultan pertama Dermayu, namun Kerajaan Dermayu belum berdaulat atau masih kerajaan bawahan dari Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1478, Kerajaan Dermayu secara resmi berdaulat menjadi Kasulthonul Nagarigung Darmayu atau melepaskan diri menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit dan dua tahun kemudian pada 1480, Kerajaan Majapahit benar-benar runtuh yang digantikan oleh Kesultanan Demak. 
Di Demak, Raden Fatah meminta Raden Husyahin menimbah ilmu agama Islam di Kesultanan Dermayu. 

Setelah lama menimbah ilmu di Dermayu, Raden Husyahin kembali ke Demak dan sekitar tahun 1490 putri Raden Husyahin yang bernama Nyi Mas Ratu Siti Pembayun dinikahi oleh Raden Zainal Maulana Ali Wirakusuma. 



Peristiwa 25 Pangeran Senopati Palembang.

Berawal dari Prabu Gading Kerajaan Galuh mengutus Raden Endang Darma asal Galuh tahun 1490 dan beberapa perwiranya yang melebihi jumlah Perwira Dermayu, mereka menyerang dengan tiba-tiba di padepokan Sapu Angin Baiturrahman. Beberapa Ulama dan Nyi San Xian istri Sulthonul Maulana Ali Wirasamudra yang sedang belajar agama islam masjid agung Baiturrahaman tidak dikehendaki hidup, namun Nyi San Xian meloloskan diri dari serangan itu dan menjeburkan diri ke Sungai Darma Suci (nama lama sungai Cimanuk). 

Sulthonul Maulana Ali Wirasamudra yang tidak terima, secara langsung mengarahan 25 Pangeran Senopati Palembang dan Militer Dermayu untuk menyerang Kerajaan Galuh yang saat itu berada di sekitar Galunggung. Raden Endang Darma dan Prabu Gading menemui masa kelam dipenuhi derai air mata, yang mana Dermayu menduduki wilayah Galuh dan mengubahnya menjadi Tasikmalaya, sedangkan beberapa punggawa Kerajaan Galuh yang masih selamat melarikan diri ke barat (Ciamis). 

Peperangan itu juga sering disebut sebagai perang agama, meskipun Dermayu dapat menduduki wilayah Galuh lama di Tasikamalaya, namun 11 Pangeran Senopati Palembang gugur dalam peristiwa tersebut dan sisanya masih di khendaki hidup hingga akhir hayatnya tetap berada di Dermayu, oleh karena itu terdapat 25 Pangeran Senopati Palembang di Indramayu sebagai simbol benteng Kesultanan Dermayu dimasa lalu. 

Pada tahun 1510, Sultan Maulana Ali Wirasamudra (wiralodra) menurunkan tahtanya kepada putra pertamanya yaitu Raden Zainal sebagai Sulthonul Zainal Maulana Ali Wirakusuma atau Sulthonul Dermayu ke dua. 





Sumber referensi : 
















Di daerah Indramayu terdapat 25 makam pangeran 
Lebih baru Lebih lama